SEJAK 8 September 2025, kita disuguhkan tontonan gaya seorang menteri Kabinet Merah Putih. Ia bukan orang baru di jabatan elite negeri.
Jauh sebelum dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati, pria berkaca mata ini sudah malang melintang bergelut dalam dunia ekonomi. Selain dikenal sebagai seorang ekonom, ia juga insinyur. Jebolan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, ITB.
Gelar Master of Science (MSc) dan gelar Doktor di bidang Ilmu Ekonomi diperolehnya dari Universitas Purdue, Indiana, Amerika Serikat.
Sebelum terjun di pemerintahan, pria kelahiran 7 Juli 1964 ini, ia pernah menjadi Direktur Utama PT Danareksa Securities pada 2006.
Berkarier di pemerintahannya sejak dipercaya sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 2010-2014.
Ia juga pernah dipercaya sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan dan sederet jabatan ekonomi lainnya di pemerimtahan.
Sebelum menjadi Menteri Keuangan ia adalah Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pria ini adalah Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam hitungan hari, namanya langsung mencuat dan “menenggelamkan” nama-nama lain anggota Kabinet Merah Putih.
Gayanya yang ceplas-ceplos, tampil apa adanya, tabrak sana, tabrak sini. Koboy, demikian istilah orang menyebutnya. Menteri Koboy.
Gaya Purbaya diyakini bukan polesan. Ia demikian adanya. Bukan pencitraan. Justru sebaliknya. Karena gayanya, ia punya citra.
Purbaya bukan sekadar gaya. Purbaya juga berkarya. Dari gaya dan karyanya, banyak orang dibuatnya tak berdaya. Meski public speaking-nya terkesan biasa saja.
Masyarakat melihatnya di dunia maya. Media sosialnya cukup banyak dan variatif. Kerja tim medianya amat terlihat. Anak-anak pun sepertinya lebih mengenal Purbaya dibanding menteri lainnya. Sebab, kontennya kerap melintas di akun tik tok milik banyak orang. Tua dan muda.
Mang Uding pun mengakui hal itu. Tiap pagi, selain menyeruput kopi panas agak pahit dan mengisap rokok kreteknya, “sarapan” Mang Uding adalah men-scroll akun tik toknya.
Konten Purbaya pun muncul. Mulai yang serius, seperti aktivitasnya sebagai menteri, kebijakan yang dibuatnya. Juga konten yang nyeleneh, seperti ucapannya, kebiasaannya yang makan di kaki lima. Semua ditonton Mang Uding.
Gebrakannya mengucurkan dana Rp 200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) membuat petinggi bank pelat merah klepek-klepek. Mereka agak kebingungan juga duit itu untuk apa.
“Mereka pusing duitnya mau diapain. Jangan tanya saya, biar mereka mikir,” begitu kira-kira ceplosan Purbaya.
Sikap Purbaya yang ogah membayar utang kereta cepat Whoosh pakai dana APBN juga bikin jantungan. Kata dia, itu urusan BUMN. Purbaya tidak mau giliran susah, dibebankan APBN.
Baru-baru ini, Mang Uding melihat gaya Purbaya saat membaca kotak aduannya bernama “Lapor Pak Purbaya”.
Langsung viral di grup-grup WhatsApp. Ada aduan masuk ke “Lapor Pak Purbaya” terkait perilaku pegawai Bea dan Cukai yang kerap nongkrong di Starbucks, lengkap dengan laptopnya
“Masa nongkrong di Starbucks pakai seragam. Nggak kira-kira, Lu. Saya akan pecat. Saya persulit hidupnya.”
Ada yang bilang, menteri yang satu ini lebih Ahok dari Ahok. Mang Uding tak terlalu setuju dengan anggapan ini.
Purbaya adalah kita. Purbaya adalah Indonesia terang. Bukan Indonesia gelap.
Meminjam bahasa yang digunakan pengamat Hendri Satrio dalam tayangan ILC, pekan lalu, seakan kita akan kaya besok ketika mendengar kebijakan Purbaya. Sepertinya kita akan sejahtera besok ketika apa yang dikerjakan Purbaya berwujud sesuai harapan.
Mang Udin langsung melamun. “Semoga saja benar-benar terjadi. Kita semua akan sejahtera, kita semua akan menjadi kaya, tidak sengsara, kalau karya-karya Purbaya ini bukan sekadar gaya,” kata Mang Uding pelan, bicara dengan dirinya sendiri.
“Aamiin,” sambil mengusapkan kedua tangannya ke muka. Mang Uding penuh harap. (*)
