Cnwbanten.id – Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Tangerang, Muhamad Nawa Said Dimyati yang lebih dikenal dengan sebutan Cak Nawa, mengungkapkan bahwa Pejabat Pemerintah Daerah tampak menghindar untuk memberikan pernyataan resmi mengenai polemik yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Laut Kohod, Kabupaten Tangerang. Hal tersebut disampaikan pada Senin (10/02/2025) pagi.
Menurut Caknawa, seharusnya pihak-pihak terkait memberikan penjelasan yang jelas agar tidak menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.
Caknawa menjelaskan, bahwa keterbukaan informasi sangat penting dalam situasi seperti ini, hal tersebut untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Mengenai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang. Setelah mempelajari isi dari peraturan tersebut, dalam Perda ini, terdapat pengaturan mengenai rencana pengembangan kota baru di wilayah Pantura, yang dijelaskan dalam BAB III, pasal 6, 7, dan 8. Secara substansi, tidak ada masalah yang signifikan dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Perda 9 Tahun 2020, bahkan peraturan ini telah mempersiapkan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) untuk Tangerang Utara, yang merupakan keinginan masyarakat setempat,” ujar Cak Nawa.
Namun, Cak Nawa juga menyoroti adanya lampiran Peta RTRW yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Perda tersebut.
Ia mengaku tidak dapat memberikan komentar terkait tuduhan yang dilayangkan oleh Aliansi Masyarakat Anti Kezaliman (AMAK) melalui kuasa hukumnya, Henri, mengenai status wilayah yang di luar garis pantai di Desa Kohod yang dinyatakan sebagai daratan dalam Perda.
“Untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut, perlu dilakukan pengecekan terhadap Peta RTRW 2011-2031, yang sayangnya tidak dapat akses,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Cak Nawa, perlu dicatat bahwa dalam konsideran Perda 9 Tahun 2020 terdapat rujukan kepada UU Nomor 11 Tahun 2020. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai kecepatan proses pembuatan Perda ini, yang hanya berlangsung dalam waktu satu bulan setelah pengesahan UU tersebut.
“Jika Perda 9 tahun 2020 ini di buat berdasarkan pada UU Nomor 11 tahun 2020, maka akan muncul permasalahan pada proses dan prosedur pembuatan Perda, tak masuk akal Perda di buat dalam waktu satu bulan,” cetusnya.
Pria yang pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang ini menduga dasar perubahan Perda 13 Tahun 2011 menjadi Perda 9 tahun 2020 didasarkan bukan pada perubahan UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, akan tetapi oleh hal lain.
“Saya tidak tahu apa yang dijadikan dasar oleh Pemkab Tangerang untuk membuat perubahan Perda 11 Tahun 2011, mungkinkah ada kebutuhan penyiapan ruang untuk pembangunan pemukiman atau hal yang lain, biarkan waktu yang menjawabnya,” tutupnya.