Jakarta, cnwbanten.id – Penetapan mendiang Presiden Ke-2 RI, HM Soeharto sebagai salah satu tokoh yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto dalam memperingati Hari pahlawan, mendapat reaksi keras para eksponen 98. Dalam pernyataan bersama, para aktivis 98 menilai bahwa penetapan Suharto sebagai pahlawan ini tidak tepat
Sejumlah aktivis reformasi 1998 membuat pernyataan bersama menolak keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto, salah satunya dari mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) Andi Arief, dalam cuitannya di akun X (twitter) menyampaikan pernyataan bersama atas nama keadilan sejarah.
“ Atas nama keadilan sejarah dan integritas moral bangsa, kami mempertanyakan keputusan negara yang menobatkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Kami tak menolak mengakui jasa yang disumbangkan siapapun terhadap Republik ini — termasuk Soeharto. Tetapi kepahlawanan adalah hal yang jauh lebih besar dan penting dari sekedar menghargai jasa seseorang siapapun dia,” kata Andi Arief dalam cuitannya di akun pribadinya @andiarief_, Senin (10/11).
Menjadikan klaim jasa sebagai dalih untuk menutupi, menyamarkan dan mengaburkan kesalahan atau kejahatan sejarah, sama saja dengan menyuntikan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa.
Bagi kami, Kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif: Cara suatu bangsa untuk mendidik anak-anaknya membedakan benar dari salah dalam sejarah. Memilih mana yang patut dihormati dan mana yang harus menjadi pelajaran.
Ia tidak boleh dikosongkan maknanya menjadi sekadar kemegahan personal, karena sesungguhnya ia adalah kompas moral bagi kehidupan bersama dalam menuju masa depan.
Kami setuju, rekonsiliasi bisa saja berguna untuk menyembuhkan luka-luka bangsa. Tapi bila demikian halnya, kami bertanya: Mengapa negara tidak secara konsekuen juga mengakui peran para tokoh-tokoh kiri Indonesia — mereka para pejuang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang dihapus dari catatan resmi sejarah kemerdekaan hanya karena perbedaan ideologi?
Kami bertanya: Apakah bangsa ini telah kehilangan keberanian untuk mengakui sejarahnya sendiri? Apakah nilai nilai yang hendak diajarkan kepada anak anak dan cucu kita dari sikap inkonsisten dan mau menang sendiri tersebut?
Bahwa kekuasaan boleh berbuat apa saja sepanjang mendatangkan kemakmuran?
Bahwa kepatuhan pada negara lebih penting daripada kemanusiaan dan solidaritas sosial? Bahwa kebebasan adalah ancaman konstan pada pembangunan ekonomi?
Bahwa korban-korban boleh jatuh dan dilupakan demi stabilitas politik?
Jika itu pelajaran moral yang akan diwariskan kepada generasi muda, maka bangsa kita bukan sedang membangun masa depan, melainkan sedang memperpanjang bayang-bayang masa lalu.Terhadap kemungkinan itu, kami menyatakan tidak setuju.
Jakarta, 10 November 2025
- Andi Arief
- Rachland Nashidik
- Hery Sebayang
- Jemmy Setiawan
- Aam Sapulete
- Robertus Robet
- Syahrial Nasution
- Rocky Gerung
- Yopie Hidayat
- Bivitri Susanti
- Abdullah Rasyid
- Ulin Yusron
- Iwan D. Laksono
- Beathor Suryadi
- Affan Afandi
- Zeng Wei Zian
- Umar Hasibuan
- Hendardi
- Syahganda Nainggolan
- Hardi R Hermawan
- Denny Indrayana. 22 irwansyah
- Dst.. dst
Demikian isi cuitan Andi Arief di laman X yang merupakan politisi Partai Demokrat yang kini menjabat sebagai Komisaris PLN
Sementara itu terkait adanya penolakan terhadap gelar Pahlawan mendiang ayahnya, Putri sulung mendiang Mantan Presiden RI Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto, mengatakan bahwa pro dan kontra itu hal yang wajar dan tidak berkeberatan jika ada sejumlah pihak yang tidak setuju atas gelar Pahlawan Nasional.
‘ Indonesia itu kan masyarakatnya beragam, punya pandangan sosial politik yang berbeda, jadi ya wajar jiika terjadi pro kontra, tapi yang penting masyarakat bisa melihat dan menilai bagaimana perjuangan bapak untuk memajukn bangsa dan negara. Jadi Kontra boleh ekstrem jangan, kita harus jaga persatuan dan kesatuan,” paparnya.
Siti Hardiyati Rukmana atau Tutut, saat menerima gelar kehormatan Pahlawan Nasional untuk mendiang Presiden ke-2 RI, HM Suharto tampak ditemani oleh sang adik, Bambang Trihatmojo
Diketahui, pemberian gelar Pahlawan Nasional itu diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Sebanyak 10 tokoh yang dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
- Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto(Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)
3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi) - Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata) - Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)
