Oleh: Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Izzul Muslimin
Ketika tulisan ini dibuat, usia Muhammadiyah memasuki 113 tahun, tepatnya nanti pada tanggal 18 November 2025. Pada tanggal dan bulan yang sama di tahun 1912 KH Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah didukung oleh murid-murid dan teman-temannya. Hampir semua anak muda.
Setahun sebelum mendirikan organisasi, KH Ahmad Dahlan terlebih dahulu mendirikan sekolah. Sekolah ini mengajarkan pendidikan agama dan umum, seperti belajar membaca latin, berhitung, dan ilmu bumi. Cara mengajarnya pun menggunakan bangku dan kursi, seperti sekolah Belanda. Bedanya di dalamnya juga ada pelajaran agama, seperti di pondok pesantren.
Banyak orang yang mendukung gagasan sekolah Ahmad Dahlan. Banyak juga yang mencerca. Katanya seperti sekolah orang kafir. Tapi Ahmad Dahlan tetap bergerak dengan idenya.
Suatu ketika ada seorang teman Ahmad Dahlan yang mendukung sekolah itu bertanya kepada Ahmad Dahlan. Nanti kalau Kiyai sudah meninggal, siapa yang akan meneruskan sekolah ini ? Ahmad Dahlan agak kesulitan menjawabnya. Lalu, teman itu mengusulkan agar didirikan sebuah organisasi yang nanti akan mengelola sekolah tersebut. Jadi, sekolah itu tidak lagi milik pribadi Ahmad Dahlan, tapi milik organisasi. Jika Ahmad Dahlan meninggal kelak, sekolah itu akan dijalankan organisasi.
Lalu, berdirilah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Ahmad Dahlan jadi ketuanya, dibantu teman-teman dan murid-muridnya. Setelah KH Ahmad Dahlan meninggal pada tahun 1923, sekolah Muhammadiyah bukannya terhenti, tetapi malah berkembang.
Saat ini ada sekitar 6000an sekolah Muhammadiyah dari tingkat dasar hingga menengah. Ada 163 perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah. Ditambah lagi ada 130an rumah sakit. Belum lagi ada klinik, panti asuhan, TK, PAUD, Baituttamwil, mini market, dan lain-lain yang jumlah totalnya lebih dari 30 ribuan. Semua itu milik Muhammadiyah, bukan milik Ahmad Dahlan dan keluarganya.
Lalu, Muhammadiyah milik siapa? Apakah milik pengurusnya? Ternyata tidak. Pengurusnya bisa silih berganti orangnya. Jika sudah selesai periodenya, mereka menyerahkan kepada penggantinya.
Apakah Muhammadiyah milik anggotanya? Ternyata tidak juga. Buktinya tidak ada dividen yang dibagi kepada anggota jika ada sisa hasil usaha dari kegiatan amal usaha yang sebanyak itu. Bahkan, tugas anggota adalah membantu menyokong amal usaha agar berjalan dengan baik. Ada yang membantu dengan uang, tenaga, waktu, dan apa saja yang bisa mereka berikan.
Lalu, Muhammadiyah punya siapa? Jika bukan milik Ahmad Dahlan dan keturunannya, bukan pula milik pengurusnya, dan juga bukan milik anggotanya, Muhammadiyah milik siapa?
Bulehkah kalau dibilang Muhammadiyah milik Allah subhanahu wataala? Nyatanya banyak orang yang mau mengeluarkan uangnya lewat Muhammadiyah, katanya untuk fii sabilillah. Nyatanya banyak orang mewakafkan tanahnya kepada Muhammadiyah supaya dipakai jalan dakwah dan amal jariyah. Nyatanya banyak orang yang bersungguh-sungguh memberikan tenaga dan waktunya untuk berkhidmat lewat Muhammadiyah sebagai pengabdian kepada agama dan Tuhannya. Benarkah Muhammadiyah milik Allah SWT? Wallahu a’lam.
Bekasi, 15 November 2025
(dikutip dari website resmi Muhammadiyah)
